Sabtu, 24 November 2012

tugas wawancara softskill ekonomi koperasi



Koperasi Keluarga Guru Jakarta (KKGJ)

Pada 14 September 1952 ini pernah kolaps. Periode 1977–1983 KKGJ bisa dika¬takan berada di titik nadir. Berawal Sebelum menorehkan prestasi, KKGJ sempat mengalami masa-masa pahit. Koperasi yang berdiri dari kekeliruan menerapkan sistem manajemen serta minimnya SDM yang cakap. Pengurus bahkan diklaim telah memberangus cita-cita luhur para penggagasnya. Koperasi hanya menjadi ajang manipulasi para oknum pengurus. Organisasi, usaha dan mentalitas pengurus dan karyawan yang amburadul mengakibatkan anggota frustasi bahkan kehilangan kepercayaan kepada koperasi.
Lahir dengan nama Koperasi Kredit Guru-guru Djakarta Raya (KKGD), dengan badan hukum (BH) No. 815 pada 18 April 1953, merugi Rp 38 juta. Pengurus juga mempunyai tunggakan sebesar Rp 728 ribu. Penyebab kerugian, antara lain, koperasi menanggung beban bunga tinggi, 5% per bulan kepada investor yang notabene oknum anggota KKGJ. Berkat beberapa anggota yang benar-benar memahami koperasi, sebuah jalan keluar ditemukan. Mereka tampil dan membenahi kekacauan di dalam tubuh KKGJ. Mandat untuk pengurus baru ini dihasilkan melalui Rapat Anggota Luar Biasa (RALB) pada 28 Januari 1984. Pada 11 Maret 1984, pengurus hasil RALB dilantik tetapi mereka baru benar-benar aktif pada Juni 1984.
keKoperasi Keluarga Guru Jakarta berdiri pada tanggal 18 Desember 1998, yang diketuai oleh H. Alim Suhardi. Koperasi ini berkantor pusat di JL. Pori Raya No 8 Pulogadung Jakarta-Timur.  Salah satu cabang koperasinya berada di Kota Depok yang beralamat di JL.Proklamasi Raya BI B-18 Sukmajaya, Depok 16412. Koperasi ini memiliki berbagai usaha di setiap cabangnya , berikut beberapa contohnya :
1.      Depok 
isi ulang air mineral, jasa poto copy, jasa fax, menjual air minum kemasan,simpan pnjam kredit motor ( khusus untuk anggota koperasi).
2.      Purwakarta dan Cikarang
Pom bensin
3.       Karawang dan Citayam
Koperasi sekolah SD dan SMK
4.      Cibitung
 Koperasi simpan pinjam dan isi ulang air mineral
Koperasi Keluarga Guru Jakarta memiliki keseluruhan anggota sekitar 23.000 anggota untuk guru-guru SD , 80 karyawan dan pengurus , 175 karyawan pom bensin dan koperasi sekolah. Di Depok sendiri koperasi Keluarga Guru Jakarta hanya memiliki satu karyawan.
Jam Operasional Koperasi :
Setiap hari       : pukul 07.00 – 20.00
Jumat               : pukul 07.00 – 11.00

Tujuan Koperasi Keluarga Guru Jakarta
·         Meningkatkan penjualan
·         Melayani pelayanan konsumen dengan baik
·         Saling bahu-membahu antar anggota

Modal Awal di koperasi ini berasal dari anggotanya, dan simpanan pokoknya diatur oleh kantor pusat koperasi Keluarga Guru Jakarta sendiri.
Pembagian untung : Pada setiap tahunnya koperasi ini mengadakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) , yang diikuti oleh semua perwakilan usaha koperasi KKGJ membahas bagaimana sistem pembagian hasil.
 Contoh  pembagian untung  :             Jumlah Laba Bersih =  Rp 1.000.000, -
 ,
              Jumlah  Laba Kotor=  Rp    500.000, -

                                                                                            Rp   500.000, -
                         
Hasil pengurangan tersebut dibagi rata ke seluruh     usaha yang ada di koperasi KKGJ sebagai pendapatan bersih yang didapat.                                     
Menurut karyawan koperasi  ”usaha koperasi yang berada di Depok bervariasi tetapi gedung tempat usahanya kurang bagus , tembok-temboknya sudah mulai rapuh dan memudar ”.
Pengurus KKGJ berkeyakinan, hal terpenting tentang pengurus adalah kejujuran dan kecakapan. Pengurus yang jujur melahirkan kepercayaan anggota, sehingga anggota tidak berkeberatan memodali koperasi. Sedang kecakapan membuat modal yang ditanamkan mampu dilipatgandakan melalui keuntungan yang diperoleh. Kecakapan dipetik melalui adopsi adopsi ilmu-ilmu ekonomi yang mengajarkan tata cara berusaha, yang selanjutnya dipadukan dengan ilmu-ilmu koperasi dengan ciri watak sosial yang kental. Kedua unsur tersebut dapat menghasilkan sinergi berkat adanya niat nan tulus. Dikombinasikan dengan bergabungnya para wirausahawan, sumberdaya manusia yang mempunyai wawasan entrepreneur, dinamika dan kemajuan sebuah koperasi semakin terkondisi untuk bertumbuh di ranah yang subur.


NAMA : PUTRI AYUNIAH
NPM     : 15211637
KELAS : 2EA14




























Sabtu, 20 Oktober 2012

Tugas Softskill Kelompok 'Logo Koperasi'


Arti Dari Logo Koperasi:     
Dalam Logo di atas terdapat empat bagian dimana warna dasar dari empat bagian yang menjadi satu itu adalah hijau kami memilih warna hijau karena Warna hijau diberi arti tekun, ketekunan yang menjadi landasan pengejaran/pengraihan cita-cita.pada masing-masing bagian memiliki icon atau gambar yang mempunyai arti masing-masing.berikut deskripsi mengenai arti dari gambar-gambar atau icon-icon tersebut:
Timbangan
Timbangan adalah lambang keadilan, keadilan yang diperoleh melalui keseimbangan antara suratan dan siratan rasa.jadi dalam penerapannya sistem koperasi harus dilandasi dengan rasa keadilan

Orang Sedang Berdiskusi
Dalam menentukan suatu sistem,cara kerja ataupun mencari jalan keluar untuk sebuah masalah di dalam koperasi diperlukan musyawarah/diskusi bersama antar anggotanya.itulah merupakan arti dari lambang orang sedang berdiskusi.

Peta Indonesia
Arti dari lambang  peta Indonesia tersebut ialah bahwa koperasi berada di  negara Indonesia.

Pohon Beringin
Pohon beringin melambangkan sifat kemasyarakatan dan kepribadian Indonesia yang  kokoh berakar , dimaksudkan agar koperasi menjadi lembaga penumbuhan kekuatan dan kekuasaan yang besar dan kuat .

Jadi,Kesimpulan dari Lambang Koperasi Indonesia yang telah kami buat adalah diharapkan  memberi kesan dinamis modern, menyiratkan kemajuan untuk terus berkembang serta mengikuti kemajuan zaman yang bercermin pada perekonomian yang bersemangat tinggi.


Kelas: 2EA14 
Nama Kelompok :
Amelia Rizka Pratiwi-13211407
Dwi Puji Astuti-12211255
Eka Seftri Riani Subali-12211359
Putri Ayuniah-15211637
Yuni Sinta Sari-17211669



Selasa, 16 Oktober 2012

Tugas Softskill Bagian 2 Jurnal Ekonomi Internasional


IFAS Community Development: Cooperatives as Tools for Comunity and Economic Development in Florida
Mark A. Brennan

CHAPTER I INTRODUCTION

The need for alternate community and economic development strategies throughout Florida has been widely recognized. This is particularly relevant in the increasingly fragile climate where the mainstays of rural economies, namely agriculture and tourism, operate. In response to decreasing agricultural opportunities and growth pressure, extension and development agents routinely seek new approaches and opportunities for community and economic development. Cooperatives, producing a variety of goods and services, can help meet this need.
Historically, agricultural cooperatives have been a successful and common aspect of rural life. These cooperatives have allowed for economic stability and provided a framework for local investment that is community based. The latter is particularly important because while complimenting economic development, cooperatives also directly contribute to community development by establishing local channels of communication and enhancing local decision-making (Brennan and Luloff, 2005). Aside from traditional agricultural and livestock ventures, cooperatives focusing on livestock, fishing, forestry, and other natural resource based activities have also been effectively used (Bendick and Egan, 1995). However, cooperatives can take a variety of other forms based around tourism, the arts, small manufacturing, aquaculture, and other conditions reflective of the unique local characteristics of the area (Cawley et al., 1999; Jodahl, 2003; Phillips, 2004; Brennan and Luloff, 2005). Recent research shows that specialized production cooperatives and small manufacturing enterprises have also shown promise and are increasing in use (Cawley et al., 1999; Jodahl, 2003; Phillips, 2004; Brennan and Luloff, 2005; USDA, 2005).
Considering the diverse populations, histories, arts, and natural resources that exist throughout Florida, cooperatives could provide an alternative economic development strategy for our communities. These unique and diverse forms of cooperatives could be useful tools for extension and other community development professionals to use in contributing to both the economic and social needs of our communities.


CHAPTER II DISCUSSION

Cooperatives and Community Development

In their most basic form, cooperatives are jointly owned enterprises engaging in the production and distribution of goods. Members operate these enterprises for their own mutual benefit. The use of cooperatives in fostering rural community and economic development has received considerable attention with much work focused on the use of agricultural cooperatives as a means for promoting local economic development. (Bendick and Egan, 1995; Madane, 2002; Phillips, 2004).
Cooperatives serve several purposes. First, they allow for local human, economic, and natural resources to be maximized with a great deal of local control. Second, while immediate economic opportunities may arise from cooperatives, they also allow for longer-term sustainable economic development in areas that traditionally have had little opportunity to engage in such processes (Bendick and Egan, 1995; Madane, 2002; Gordon, 2004). By providing a local base to jobs, public input, and clear linkages to local development, cooperative members take a much more active role in local development than they do in projects designed by extralocal organizations or interests.
Equally important, cooperatives can serve to enhance essential social structures and identities, establish lines of communication and interaction, and support cultural components which are seen as being vital to the development of community (Wilkinson, 1991). Many communities, either out of necessity or by choice, have come to rely on local residents to provide services and support functions to ensure community survival (Bendick and Egan, 1995; Luloff and Bridger, 2003). Cooperatives provide a valuable tool in such settings and can contribute to community identity, culture, and social support systems. The importance of these characteristics increases as cooperative partners rely more on each other to produce goods and establish operation procedures for the organization. By bringing together diverse parts of the community that present a variety of skills, the community is enhanced. Through this process more direct and purposive efforts designed to further enhance local well being emerge.

Benefits of Cooperatives

The tangible benefits of using cooperatives as a community and economic development tool include increased economic traffic, employment opportunities, support for essential community structures, and potential declines in out migration (Madane, 2002; Gordon, 2004). The use of cooperatives can also have a direct impact on community cohesion and development (Luloff and Bridger, 2003). Cooperative structures produce informed and committed leaders able to guide local development processes. Such leaders could facilitate the expansion and tightening of social relationships and the creation of a shared identity necessary for community development (Wilkinson, 1991; Luloff and Bridger, 2003; Brennan and Luloff, 2005).
Similarly, cooperatives can be used to encourage community members to remain in their locales, as has been seen in the United States and elsewhere (Christenson and Robinson, 1989). They can provide steady jobs and incomes, which are more or less impervious to the seasonality of tourism, swings in government policy, and unpredictable agricultural crises. Because these jobs and income would be directly tied to the community and its residents, they would aid in supporting community identity, local reinvestment, and economic stability.
Finally, cooperatives could be used in collaboration with government and nongovernmental programs. They could augment existing programs, and provide primary economic opportunities in areas not reached by state and nongovernmental programs. In these locales, cooperatives would build on established traditions of community involvement (religious events, sport, art, cultural items, and natural resources). In addition, the use of specialized cooperatives could possibly fit well with USDA, CSREES, IFAS, and other programs seeking to help local communities build on the unique characteristics of their area.

CHAPTER III CONCLUSION
Cooperatives that produce a variety of alternative and locally reflective items could be a useful tool for extension and other change agents in their efforts to enhance rural community and economic well-being. Employment opportunities, reliable income, and increased trade are direct tangible benefits of such an effort. Further, cooperatives act to strengthen community support functions. Through cooperative development, residents of the community become closer and more integrated. In this process, the vital tenants of community including communication, interaction, and social support would be maintained and increased (Wilkinson, 1991; Luloff and Bridger, 2003). At the same time, such community development facilitates the retention of local control of cooperative decisions and maximizes local resource usage. All of these present a framework where local residents retain control over local resources and decisions regarding their usage. Through the development of cooperatives, advances can be made to local well-being and quality of life.


SOURCE:

Centre for Co-operative Studies, http://www.ucc.ie/en/ccs/
Cooperative Development Service, http://www.cdsus.coop/
National Cooperative Business Association, http://www.ncba.coop/
Research on Rural Cooperative Opportunities and Problems Via Cooperative Agreements (RRCOP),
Rural Cooperative Development Grant Program (RCDG), http://www.rurdev.usda.gov/rbs/coops/rcdg/rcdg.htm
University of Wisconsin Center for Cooperatives, http://www.wisc.edu/uwcc/
USDA – Rural Business Cooperative Service, http://www.rurdev.usda.gov/rbs/index.html


IFAS Community Development: Koperasi sebagai Alat untuk Masyarakat dan Pembangunan Ekonomi Florida
Mark A. Brennan2

BAB I PENDAHULUAN

Kebutuhan masyarakat alternatif dan strategi pembangunan ekonomi di seluruh Florida telah diakui secara luas. Hal ini terutama relevan dalam iklim yang semakin rapuh di mana andalan ekonomi pedesaan, yakni pertanian dan pariwisata, beroperasi. Dalam menanggapi penurunan peluang pertanian dan tekanan pertumbuhan, perluasan dan pengembangan agen secara rutin mencari pendekatan baru dan peluang bagi masyarakat dan pembangunan ekonomi. Koperasi, memproduksi berbagai barang dan jasa, dapat membantu memenuhi kebutuhan ini.
Secara historis, koperasi pertanian telah menjadi aspek yang sukses dan umum kehidupan pedesaan. Ini koperasi telah memungkinkan untuk stabilitas ekonomi dan menyediakan kerangka kerja untuk investasi lokal yang berbasis masyarakat. Yang terakhir ini sangat penting karena saat memuji pembangunan ekonomi, koperasi juga secara langsung berkontribusi pada pengembangan masyarakat dengan membangun saluran lokal komunikasi dan meningkatkan pengambilan keputusan lokal (Brennan dan Luloff, 2005). Selain dari usaha pertanian dan peternakan tradisional, koperasi berfokus pada ternak, perikanan, kehutanan, dan kegiatan berbasis sumber daya alam lainnya juga telah digunakan secara efektif (Bendick dan Egan, 1995). Namun, koperasi dapat mengambil berbagai bentuk lain berbasis di sekitar pariwisata, seni, manufaktur kecil, budidaya, dan kondisi lain mencerminkan karakteristik lokal yang unik dari daerah (Cawley et al, 1999;. Jodahl, 2003; Phillips, 2004; Brennan dan Luloff, 2005). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa koperasi produksi khusus dan perusahaan manufaktur kecil juga telah menunjukkan janji dan meningkat dalam penggunaan (Cawley et al, 1999;. Jodahl, 2003, Phillips, 2004, Brennan dan Luloff, 2005, USDA, 2005).
Mengingat populasi beragam, sejarah, seni, dan sumber daya alam yang ada di seluruh Florida, koperasi bisa memberikan strategi pembangunan ekonomi alternatif bagi masyarakat kita. Bentuk-bentuk yang unik dan beragam koperasi bisa menjadi alat yang berguna untuk perpanjangan dan profesional pembangunan masyarakat lainnya untuk digunakan dalam berkontribusi baik kebutuhan ekonomi dan sosial masyarakat kita.

 BAB II PEMBAHASAN

Koperasi dan Pembangunan Masyarakat

Dalam bentuk yang paling dasar, koperasi adalah usaha bersama-sama dimiliki terlibat dalam produksi dan distribusi barang. Anggota mengoperasikan perusahaan untuk keuntungan sendiri bersama mereka. Penggunaan koperasi dalam membina masyarakat pedesaan dan pembangunan ekonomi telah menerima banyak perhatian dengan banyak pekerjaan difokuskan pada penggunaan koperasi pertanian sebagai sarana untuk mempromosikan pengembangan ekonomi lokal. (Bendick dan Egan, 1995; Madane, 2002; Phillips, 2004).
Koperasi melayani beberapa tujuan. Pertama, mereka memungkinkan untuk lokal manusia, sumber daya ekonomi, dan alami untuk dimaksimalkan dengan banyak kontrol lokal. Kedua, sedangkan peluang ekonomi segera mungkin timbul dari koperasi, mereka juga memungkinkan untuk jangka panjang pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di daerah-daerah yang secara tradisional memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat dalam proses tersebut (Bendick dan Egan, 1995, Madane, 2002, Gordon, 2004). Dengan menyediakan basis lokal untuk pekerjaan, masukan dari masyarakat, dan hubungan yang jelas untuk pembangunan daerah, anggota koperasi mengambil peran lebih aktif dalam pembangunan lokal daripada yang mereka lakukan dalam proyek-proyek yang dirancang oleh organisasi extralocal atau kepentingan.
Sama pentingnya, koperasi dapat melayani untuk meningkatkan struktur sosial yang penting dan identitas, membangun jalur komunikasi dan interaksi, dan mendukung komponen budaya yang dilihat sebagai penting untuk pengembangan masyarakat (Wilkinson, 1991). Banyak masyarakat, baik karena kebutuhan atau pilihan, telah datang untuk mengandalkan penduduk setempat untuk memberikan pelayanan dan fungsi pendukung untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakat (Bendick dan Egan, 1995; Luloff dan Bridger, 2003). Koperasi menyediakan alat yang berharga dalam pengaturan tersebut dan dapat berkontribusi terhadap identitas masyarakat, budaya, dan sistem dukungan sosial. Pentingnya karakteristik ini meningkat sebagai mitra koperasi lebih mengandalkan satu sama lain untuk memproduksi barang dan menetapkan prosedur operasi untuk organisasi. Dengan menyatukan berbagai belahan masyarakat yang menyajikan berbagai keterampilan, masyarakat ditingkatkan. Melalui proses ini upaya lebih langsung dan purposive dirancang untuk lebih meningkatkan kesejahteraan lokal muncul.

Manfaat Koperasi

Manfaat nyata dari menggunakan koperasi sebagai sebuah komunitas dan alat pembangunan ekonomi termasuk lalu lintas ekonomi meningkat, kesempatan kerja, dukungan untuk struktur masyarakat penting, dan penurunan potensial dalam migrasi keluar (Madane, 2002; Gordon, 2004). Penggunaan koperasi juga dapat memiliki dampak langsung terhadap kohesi masyarakat dan pembangunan (Luloff dan Bridger, 2003). Struktur koperasi menghasilkan pemimpin informasi dan berkomitmen mampu memandu proses pembangunan daerah. Para pemimpin tersebut dapat memfasilitasi perluasan dan pengetatan hubungan sosial dan penciptaan identitas bersama yang diperlukan untuk pembangunan masyarakat (Wilkinson, 1991; Luloff dan Bridger, 2003, Brennan dan Luloff, 2005).
Demikian pula, koperasi dapat digunakan untuk mendorong anggota masyarakat untuk tetap tinggal di locales mereka, seperti yang telah terlihat di Amerika Serikat dan di tempat lain (Christenson dan Robinson, 1989). Mereka dapat memberikan pekerjaan yang stabil dan pendapatan, yang lebih atau kurang kebal terhadap musiman pariwisata, ayunan dalam kebijakan pemerintah, dan krisis pertanian tak terduga. Karena pekerjaan dan pendapatan akan langsung terkait dengan masyarakat dan penduduknya, mereka akan membantu dalam mendukung identitas masyarakat, reinvestasi lokal, dan stabilitas ekonomi.
Akhirnya, koperasi dapat digunakan bekerja sama dengan program-program pemerintah dan non-pemerintah. Mereka bisa menambah program yang ada, dan memberikan kesempatan ekonomi utama di daerah yang tidak terjangkau oleh program pemerintah dan nonpemerintah. Dalam locales, koperasi akan membangun tradisi mapan keterlibatan masyarakat (acara keagamaan, olah raga, seni, barang-barang budaya, dan sumber daya alam). Selain itu, penggunaan koperasi khusus mungkin bisa cocok dengan USDA, CSREES, IFAS, dan program lain yang ingin membantu masyarakat lokal membangun karakteristik unik dari daerah mereka.

BAB III KESIMPULAN
Koperasi yang menghasilkan berbagai item alternatif dan lokal reflektif bisa menjadi alat yang berguna untuk perpanjangan dan agen perubahan lainnya dalam upaya mereka untuk meningkatkan masyarakat pedesaan dan kesejahteraan ekonomi. Kesempatan kerja, pendapatan handal, dan perdagangan meningkat adalah manfaat nyata langsung dari upaya tersebut. Selanjutnya, koperasi bertindak untuk memperkuat fungsi dukungan masyarakat. Melalui pengembangan koperasi, warga masyarakat menjadi lebih dekat dan lebih terintegrasi. Dalam proses ini, para penyewa penting dari masyarakat termasuk komunikasi, interaksi, dan dukungan sosial akan terus dipertahankan dan ditingkatkan (Wilkinson, 1991; Luloff dan Bridger, 2003). Pada saat yang sama, pengembangan komunitas seperti memfasilitasi retensi kontrol lokal keputusan koperasi dan memaksimalkan penggunaan sumber daya lokal. Semua kerangka hadir di mana penduduk setempat mempertahankan kontrol atas sumber daya lokal dan keputusan mengenai penggunaan mereka. Melalui pengembangan koperasi, kemajuan dapat dibuat untuk lokal kesejahteraan dan kualitas hidup.


Sumber:

Centre for Co-operative Studies, http://www.ucc.ie/en/ccs/

Cooperative Development Service, http://www.cdsus.coop/
National Cooperative Business Association, http://www.ncba.coop/
Research on Rural Cooperative Opportunities and Problems Via Cooperative Agreements (RRCOP),
Rural Cooperative Development Grant Program (RCDG), http://www.rurdev.usda.gov/rbs/coops/rcdg/rcdg.htm
University of Wisconsin Center for Cooperatives, http://www.wisc.edu/uwcc/
USDA – Rural Business Cooperative Service, http://www.rurdev.usda.gov/rbs/index.html

NAMA            : PUTRI AYUNIAH
KELAS           : 2EA14
NPM               : 15211637


Rabu, 10 Oktober 2012

Tugas Softskill Ekonomi Koperasi Bag 1


SEJARAH DAN KONDISI KOPERASI DI INDONESIA


BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi.
Koperasi yang didirikan pertama kali yaitu koperasi perkreditan yang bertujuan untuk membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Dengan adanya koperasi diharapkan akan dapat meringankan beban rakyat terhadap hutang yang lebih menyengsarakan rakyat akibat bunga yang terlalu tinggi.



BAB II PEMBAHASAN

KONDISI PERKOPERASIAN DI INDONESIA SAAT INI
Sejarah Perkembangan  Koperasi di Indonesia & Koperasi di Indonesia Sebelum Merdeka.
Pada zaman penjajahan banyak rakyat Indonesia yang hidup menderita, tertindas, dan terlilit hutang dengan para rentenir. Karena hal tersebut pada tahun 1896, patih purwokerto yang bernama R. Aria Wiriaatmadja mendirikan koperasi kredit untuk membantu para rakyat yang terlilit hutang. Lalu pada tahun 1908, perkumpulan Budi Utomo memperbaiki kesejahteraan rakyat melalui koperasi dan pendidikan dengan mendirikan koperasi rumah tangga, yang dipelopori oleh Dr.Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo.
Setelah Budi Utomo sekitar tahun 1911, Serikat Dagang Islam (SDI) dipimpin oleh H.Samanhudi dan H.O.S Cokroaminoto mempropagandakan cita-cita toko koperasi (sejenis waserda KUD), hal tersebut bertujuan untuk mengimbangi dan menentang politik pemerintah kolonial belanda yang banyak memberikan fasilitas dan menguntungkan para pedagang asing. namun pelaksanaan baik koperasi yang dibentuk oleh Budi Utomo maupun SDI tidak dapat berkembang dan mengalami kegagalan, hal ini karena lemahnya pengetahuan perkoperasian, pengalaman berusaha, kejujuran dan kurangnya penelitian tentang bentuk koperasi yang cocok diterapkan di Indonesia.Upaya pemerintah kolonial belanda untuk memecah belah persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia ternyata tidak sebatas pada bidang politik saja, tapi kesemua bidang termasuk perkoperasian. Hal ini terbukti dengan adanya undang-undang koperasi pada tahun 1915, yang disebut “Verordening op de Cooperative Vereenigingen” yakni undang-undang tentang perkumpulan koperasi yang berlaku untuk segala bangsa, jadi bukan khusus untuk Indonesia saja.Undang-undang koperasi tersebut sama dengan undang-undang koperasi di Nederland pada tahun 1876 (kemudian diubah pada tahun 1925), dengan perubahan ini maka peraturan koperasi di indonesia juga diubah menjadi peraturan koperasi tahun 1933 LN no.108.Di samping itu pada tahun 1927 di Indonesia juga mengeluarkan undang-undang no.23 tentang peraturan-peraturan koperasi, namun pemerintah belanda tidak mencabut undang-undang tersebut, sehingga terjadi dualisme dalam bidang pembinaan perkoperasian di Indonesia.Meskipun kondisi undang-undang di indonesia demikian, pergerakan dan upaya bangsa indonesia untuk melepaskan diri dari kesulitan ekonomi tidak pernah berhenti, pada tahun 1929, Partai Nasionalis Indonesia (PNI) di bawah pimpinan Ir.Soekarno mengobarkan semangat berkoperasi kepada kalangan pemuda. Pada periode ini sudah terdaftar 43 koperasi di Indonesia.Pada tahun 1930, dibentuk bagian urusan koperasi pada kementrian Dalam Negeri di mana tokoh yang terkenal masa itu adalah R.M.Margono Djojohadikusumo. Lalu pada tahun 1939, dibentuk Jawatan Koperasi dan Perdagangan dalam negeri oleh pemerintah. Dan pada tahun 1940, di Indonesia sudah ada sekitar 656 koperasi, sebanyak 574 koperasi merupakan koperasi kredit yang bergerak di pedesaan maupun di perkotaan.Setelah itu pada tahun 1942, pada masa kedudukan jepang keadaan perkoperasian di Indonesia mengalami kerugian yang besar bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, hal ini disebabkan pemerintah Jepang mencabut undang-undang no.23 dan menggantikannya dengan kumini (koperasi model jepang) yang hanya merupakan alat mereka untuk mengumpulkan hasil bumi dan barang-barang kebutuhan Jepang.
Koperasi di Indonesia Setelah Merdeka
Keinginan dan semangat untuk berkoperasi yang hancur akibat politik pada masa kolonial belanda dan dilanjutkan oleh sistem kumini pada zaman penjajahan jepang, lambat laun setelah Indonesia merdeka kembali menghangat. Apalagi dengan adanya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, pada pasal 33 yang menetapkan koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia, maka kedudukan hukum koperasi di Indonesia benar-benar menjadi lebih mantap. Dan sejak saat itu Moh.Hatta sebagai wakil presiden Republik Indonesia lebih intensif mempertebal kesadaran untuk berkoperasi bagi bangsa Indonesia, serta memberikan banyak bimbingan dan motivasi kepada gerakan koperasi agar meningkatkan cara usaha dan cara kerja, atas jasa-jasa beliau lah maka Moh.Hatta diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia.Beberapa kejadian penting yang mempengaruhi perkembangan koperasi di Indonesia adalah pada tanggal 12 Juli 1947, dibentuk SOKRI (Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia) dalam Kongres Koperasi Indonesia I di Tasikmalaya, sekaligus ditetapkannya sebagai Hari Koperasi Indonesia. Pada tahun 1960 dengan Inpres no.2, koperasi ditugaskan sebagai badan penggerak yang menyalurkan bahan pokok bagi rakyat. Dengan inpres no.3, pendidikan koperasi di Indonesia ditingkatkan baik secara resmi di sekolah-sekolah, maupun dengan cara informal melalui siaran media masa,dll yang dapat memberikan informasi serta menumbuhkan semangat berkoperasi bagi rakyat.Lalu pada tahun 1961, dibentuk Kesatuan Organisasi Koperasi Seluruh Indonesia (KOKSI). Pada tanggal 2-10 Agustus 1965, diadakan (Musyawarah Nasional Koperasi) MUNASKOP II yang mengesahkan Undang-Undang koperasi no.14 tahun 1965 di Jakarta.
Koperasi di Indonesia Pada Zaman Orde Baru Hingga Sekarang
Tampilan orde baru dalam memimpin negeri ini membuka peluang dan cakrawala baru bagi pertumbuhan dan perkembangan perkoperasian di Indonesia, dibawah kepemimpinan Jenderal Soeharto. Ketetapan MPRS no.XXIII membebaskan gerakan koperasi dalam berkiprah.
Berikut beberapa kejadian perkembangan koperasi di Indonesia pada zaman orde baru hingga sekarang :
a.        Pada tanggal 18 Desember 1967, Presiden Soeharto mensahkan Undang-Undang   koperasi no.12 tahun 1967 sebagai pengganti Undang-Undang no.14 tahun 1965.
b.       Pada tahun 1969, disahkan Badan Hukum terhadap badan kesatuan Gerakan Koperasi Indonesia (GERKOPIN).
c.        Pada tanggal 9 Februari 1970, dibubarkannya GERKOPIN dan sebagai penggantinya dibentuk Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN).
d.       Pada tanggal 21 Oktober 1992, disahkan Undang-Undang no.25 tahun 1992 tentang perkoperasian, undang-undang ini merupakan landasan yang kokoh bagi koperasi Indonesia di masa yang akan datang.
e.        Masuk tahun 2000an hingga sekarang perkembangan koperasi di Indonesia cenderung jalan di tempat.

Hambatan-hambatan  Koperasi
Salah satu kendala utama yang dihadapi koperasi adalah banyak partai politik yang memanfaatkan koperasi untuk meluaskan pengaruhnya. Dan juga karena hambatan-hambatan yang di alami Indonesia di antaranya kesadaran masyarakat terhadap koperasi yang masih sangat rendah. Koperasi di Indonesia masih sangat lemah. Tidak ada perkembangan yang cukup tinggi. Boleh dikatakan koperasi di Indonesia berjalan di tempat.Beberapa faktor yang menyebabkan koperasi tidak bisa berjalan adalah dari segi permodalan. Faktor lain yang perlu kita perhatikan dalam mendukung perkembangan koperasi adalah manajemen koperasi itu sendiri. Banyak hambatan yang dihadapi koperasi dari segi manajemennya sendiri.
Kondisi perkoperasian di Indonesia saat ini
Memasuki 2011, Dunia Koperasi Masih “Bermasalah
03 Jan 2011 Harian Ekonomi Neraca HeadlineMemasuki 2011, Dunia Koperasi Masih “Bermasalah”Oleh Rindy RosandyaWartawan Harian Ekonomi NERACAFilosofi koperasi adalah sokoguru ekonomi bangsa ternyata masih jauh api dari panggang. Buktinya, sepanjang 2010 gerakan koperasi di Indonesia terjerat persoalan kompleks yang membuatnya sulit berkembang. Sepanjang 2010 itu pula gerakan koperasi belum mampu berkontribusi besar dalam sektor perekonomian karena terjerat kompleksnya persoalan mulai dari kelembagaan hingga aturan perundangan.Ketua Majelis Pakar Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Teguh Boediyana berpendapat, gerakan koperasi masih menghadapi masalah kelembagaan yang belum kuat hingga aturan serta kebijakan yang belum mendukung. Selain itu, sektor riil di tanah air juga belum sepenuhnya digarap melalui wadah koperasi.Oleh karena kompleksnya masalah yang dihadapi koperasi tersebut, maka pada 2011 ia memperkirakan koperasi belum mampu memberikan
kontribusibesar terhadap perekonomian Indonesia. “Tapi, kita harus mulai mengerahkan kemampuan untuk mengurangi titik-titik lemah koperasi pada 2010,” kata dia.Menurut Teguh, Indonesia belum memiliki sumber daya yang cukup besar untuk menggerakkan koperasi dan hal itu juga diakui pemerintah melalui penerapan program Gerakan Masyarakat Sadar Koperasi (Gemaskop).Dia menambahkan, proyeksi koperasi 2011 juga belum dan sulit untuk dapat digambarkan. “Jika tidak ada kebijakan dan langkah yang berdampak terhadap pengembangan koperasi di masa depan, mungkin kondisinya akan tetap sama terpu-ruknya,” katanya.Seharusnya, lanjut Teguh, dilakukan pengkajian tentang sebab-sebab keterpurukan koperasi sebagai bahan penyusunan kebijakan pengembangan koperasi ke depan. Ia mencontohkan, sudah saatnya mengambil langkah untuk mencegah penyimpangan koperasi simpan pinjam, revitalisasi koperasifungsional, dan memperbaiki kinerja koperasi yang bergerak di sektor riil termasuk
meningkatkan kegiatan ekspor.Hal senada dikatakan Ketua Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I) Djabaruddin Djohan. Dia mengatakan, sepanjang 2010 kondisi koperasi dari segi kuantitas berkembang pesat tetapi dari segi kualitas memprihatinkan. “Ketergantungan pada pihak luar terutama kepada pemerintah masih cukup besar,” kata Djabaruddin, yang juga pengamat koperasi.Menurut Djabaruddin, pada umumnya, pemahaman organisasi koperasi mengenai jati diri koperasi masih sangat terbatas, di mana koperasi masih lebih banyak dipahami sebagai lembaga ekonomi yang keberhasilannya diukur dari aspek ekonomi semata seperti volume usaha dan sisa hasil usaha (SHU).Selain itu dimensi sosial seperti kebersamaan, peduli lingkungan, dan demokrasi yang seharusnya menjadi faktor keunggulan ternyata masih banyak diabaikan. Sampai sejauh inimayoritas koperasi yang berkembang adalah Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam sementara sektor riil sulit
berkembang. Meskipun demikian sebagian besar KSP maupun USP tersebut banyak melakukan penyimpangan dari jati diri koperasi maupun peraturan perundangan yang berlaku tanpa ada upaya untuk meluruskan otoritas koperasi. “Sebagai gerakan koperasi, organisasi gerakannya juga belum menunjukkan peranan yang seharusnya di mana kegiatannya masih sepenuhnya tergantung pada APBN tanpa kontribusi anggota,” kata Djabaruddin.Sementara dari segi pembinaan oleh pemerintah, pengaruh positif belum banyak dirasakan dengan kegiatan yang masih berorientasi proyek, pembinaan dicampur dengan UKM, para pejabat kurang paham masalah koperasi, hingga pembinaan di daerah yang sangat tergantung pada kepala daerah yang tidak jarang tidak paham soal koperasi. “Beberapa kementerian menyelenggarakanproyek pengembangan kelompok usaha bersama yang dikelola secara koperatif tanpa koordinasi dengan Kementerian Koperasi,” papar Djabaruddin.Djabaruddin berpendapat jika kondisi koperasi tetap
seperti itu maka akan sulit berkembang menjadi lembaga yang sehat dan kuat, berperanan secara mikro maupun secara makro. “Ke depan prospek koperasi akan lebih baik jika pembinaan organisasi koperasi lebih diarahkan pada kelembagaannya sehingga mampu beroperasi di pasar bebas,” katanya.Djabaruddin juga menyarankan agar organisasi gerakan koperasi mampu melaksanakan fungsi utamanya secara swadaya dengan dukungan penuh para anggotanya. Selain itu, peran pemerintah harus lebih diarahkan pada fungsi pengaturan dan fasilitas secara selektif dipadukan dengan adanya koordinasi antan-organisasi gerakan koperasi dan pemerintah dalam kebijakan dan pembinaan koperasi.
BAB III PENUTUP

Sistem ekonomi liberal mulai dilaksanakan di Hindia Belanda (nama Indonesia ketika masih dijajah Belanda) setelah pemerintah kolonial Belanda menghentikan pelaksanaan “Cultuur Stelseel” (sistem tanam paksa). Dalam keadaan hidup demikian, pihak kolonial terus-menerus mengintimidasi penduduk pribumi sehingga kondisi sebagian besar rakyat sangat memprihatinkan.  Penindasan yang terus menerus terhadap rakyat Indonesia berlangsung cukup lama menjadikan kondisi umum rakyat parah. Namun demikian masih beruntung semangat bergotong royong masih tetap tumbuh dan bahkan berkembang makin pesat.  Di samping itu kesadaran beragama juga semakin tinggi. Di sinilah perkembangan ekonomi di Indonesia mulai muncul dan bangkit dari keterpurukan. Tapi setelah datang penjajah Jepang masyarakat mulai resah. Masyarakat semangat mengikuti koperasi dengan nama “ KUMIAI “. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat. Jelaslah bahwa Kumiai sangat merugikan perekonomian rakyat, sehingga kepercayaan rakyat terhadap koperasi hilang. Hal ini merupakan kerugian moral untuk pertumbuhan koperasi selanjutnya. 


NAMA            : PUTRI AYUNIAH
KELAS           : 2EA14
NPM               : 15211637

Senin, 28 Mei 2012

tugas softskill bahasa inggris2-pendapat tentang bahasa inggris

*Opinion about english :
In my opinion it's english lessons fun but sometimes too hard. I honestly liked thislesson, but when learning about sentence patterns I often find it difficult. I prefer to interpret the phrase, dialogue or answering questions from a paragraph in English. but overall I really liked this lesson when compared with the math :D

*Opinion about how to learn english to be effective :


in my opinion the way of effective learning English does not just focus on one aspect, Vary your learning process. Should do different things every day in order to assist the learning process of four language skills (read, write, see, speak). Do not become fixated on one aspect only. for example, by frequent reading English newspapers or magazines, watch movies or browse the English language from the internet about the English language. with suchknowledge of English is also growing. I think next to the Find afriend who is studying to learn English well. Learning a language in congregation would be more fun. Always try to communicate in English and must do it in a constant learning process :D