SEJARAH DAN KONDISI KOPERASI DI
INDONESIA
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejarah kelahiran dan berkembangnya
koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral.
Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh
karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Pengalaman di
tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh
secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan
diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar.
Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus
mengembangkan koperasi.
Koperasi yang didirikan pertama kali
yaitu koperasi perkreditan yang bertujuan untuk membantu rakyatnya yang
terjerat hutang dengan rentenir. Dengan adanya koperasi diharapkan akan dapat
meringankan beban rakyat terhadap hutang yang lebih menyengsarakan rakyat
akibat bunga yang terlalu tinggi.
BAB II PEMBAHASAN
KONDISI PERKOPERASIAN DI
INDONESIA SAAT INI
Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia & Koperasi
di Indonesia Sebelum Merdeka.
Pada
zaman penjajahan banyak rakyat Indonesia yang hidup menderita, tertindas, dan
terlilit hutang dengan para rentenir. Karena hal tersebut pada tahun 1896,
patih purwokerto yang bernama R. Aria Wiriaatmadja mendirikan koperasi kredit
untuk membantu para rakyat yang terlilit hutang. Lalu pada tahun 1908,
perkumpulan Budi Utomo memperbaiki kesejahteraan rakyat melalui koperasi dan
pendidikan dengan mendirikan koperasi rumah tangga, yang dipelopori oleh
Dr.Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo.
Setelah
Budi Utomo sekitar tahun 1911, Serikat Dagang Islam (SDI) dipimpin oleh
H.Samanhudi dan H.O.S Cokroaminoto mempropagandakan cita-cita toko koperasi
(sejenis waserda KUD), hal tersebut bertujuan untuk mengimbangi dan menentang
politik pemerintah kolonial belanda yang banyak memberikan fasilitas dan
menguntungkan para pedagang asing. namun pelaksanaan baik koperasi yang
dibentuk oleh Budi Utomo maupun SDI tidak dapat berkembang dan mengalami
kegagalan, hal ini karena lemahnya pengetahuan perkoperasian, pengalaman
berusaha, kejujuran dan kurangnya penelitian tentang bentuk koperasi yang cocok
diterapkan di Indonesia.Upaya pemerintah kolonial belanda untuk memecah belah
persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia ternyata tidak sebatas pada bidang
politik saja, tapi kesemua bidang termasuk perkoperasian. Hal ini terbukti
dengan adanya undang-undang koperasi pada tahun 1915, yang disebut “Verordening
op de Cooperative Vereenigingen” yakni undang-undang tentang perkumpulan
koperasi yang berlaku untuk segala bangsa, jadi bukan khusus untuk Indonesia
saja.Undang-undang koperasi tersebut sama dengan undang-undang koperasi di
Nederland pada tahun 1876 (kemudian diubah pada tahun 1925), dengan perubahan
ini maka peraturan koperasi di indonesia juga diubah menjadi peraturan koperasi
tahun 1933 LN no.108.Di samping itu pada tahun 1927 di Indonesia juga
mengeluarkan undang-undang no.23 tentang peraturan-peraturan koperasi, namun
pemerintah belanda tidak mencabut undang-undang tersebut, sehingga terjadi
dualisme dalam bidang pembinaan perkoperasian di Indonesia.Meskipun kondisi
undang-undang di indonesia demikian, pergerakan dan upaya bangsa indonesia
untuk melepaskan diri dari kesulitan ekonomi tidak pernah berhenti, pada tahun
1929, Partai Nasionalis Indonesia (PNI) di bawah pimpinan Ir.Soekarno
mengobarkan semangat berkoperasi kepada kalangan pemuda. Pada periode ini sudah
terdaftar 43 koperasi di Indonesia.Pada tahun 1930, dibentuk bagian urusan
koperasi pada kementrian Dalam Negeri di mana tokoh yang terkenal masa itu
adalah R.M.Margono Djojohadikusumo. Lalu pada tahun 1939, dibentuk Jawatan
Koperasi dan Perdagangan dalam negeri oleh pemerintah. Dan pada tahun 1940, di Indonesia
sudah ada sekitar 656 koperasi, sebanyak 574 koperasi merupakan koperasi kredit
yang bergerak di pedesaan maupun di perkotaan.Setelah itu pada tahun 1942, pada
masa kedudukan jepang keadaan perkoperasian di Indonesia mengalami kerugian
yang besar bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, hal ini disebabkan
pemerintah Jepang mencabut undang-undang no.23 dan menggantikannya dengan
kumini (koperasi model jepang) yang hanya merupakan alat mereka untuk
mengumpulkan hasil bumi dan barang-barang kebutuhan Jepang.
Koperasi
di Indonesia Setelah Merdeka
Keinginan
dan semangat untuk berkoperasi yang hancur akibat politik pada masa kolonial
belanda dan dilanjutkan oleh sistem kumini pada zaman penjajahan jepang, lambat
laun setelah Indonesia merdeka kembali menghangat. Apalagi dengan adanya
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, pada pasal 33 yang
menetapkan koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia, maka kedudukan
hukum koperasi di Indonesia benar-benar menjadi lebih mantap. Dan sejak saat itu
Moh.Hatta sebagai wakil presiden Republik Indonesia lebih intensif mempertebal
kesadaran untuk berkoperasi bagi bangsa Indonesia, serta memberikan banyak
bimbingan dan motivasi kepada gerakan koperasi agar meningkatkan cara usaha dan
cara kerja, atas jasa-jasa beliau lah maka Moh.Hatta diangkat sebagai Bapak
Koperasi Indonesia.Beberapa kejadian penting yang mempengaruhi perkembangan
koperasi di Indonesia adalah pada tanggal 12 Juli 1947, dibentuk SOKRI (Sentral
Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia) dalam Kongres Koperasi Indonesia I di
Tasikmalaya, sekaligus ditetapkannya sebagai Hari Koperasi Indonesia. Pada
tahun 1960 dengan Inpres no.2, koperasi ditugaskan sebagai badan penggerak yang
menyalurkan bahan pokok bagi rakyat. Dengan inpres no.3, pendidikan koperasi di
Indonesia ditingkatkan baik secara resmi di sekolah-sekolah, maupun dengan cara
informal melalui siaran media masa,dll yang dapat memberikan informasi serta
menumbuhkan semangat berkoperasi bagi rakyat.Lalu pada tahun 1961, dibentuk
Kesatuan Organisasi Koperasi Seluruh Indonesia (KOKSI). Pada tanggal 2-10
Agustus 1965, diadakan (Musyawarah Nasional Koperasi) MUNASKOP II yang
mengesahkan Undang-Undang koperasi no.14 tahun 1965 di Jakarta.
Koperasi di Indonesia Pada
Zaman Orde Baru Hingga Sekarang
Tampilan
orde baru dalam memimpin negeri ini membuka peluang dan cakrawala baru bagi
pertumbuhan dan perkembangan perkoperasian di Indonesia, dibawah kepemimpinan
Jenderal Soeharto. Ketetapan MPRS no.XXIII membebaskan gerakan koperasi dalam
berkiprah.
Berikut
beberapa kejadian perkembangan koperasi di Indonesia pada zaman orde baru
hingga sekarang :
a.
Pada tanggal 18 Desember 1967, Presiden Soeharto mensahkan Undang-Undang koperasi no.12 tahun 1967 sebagai pengganti
Undang-Undang no.14 tahun 1965.
b.
Pada tahun 1969, disahkan Badan Hukum terhadap badan kesatuan Gerakan Koperasi
Indonesia (GERKOPIN).
c.
Pada tanggal 9 Februari 1970, dibubarkannya GERKOPIN dan sebagai penggantinya
dibentuk Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN).
d.
Pada tanggal 21 Oktober 1992, disahkan Undang-Undang no.25 tahun 1992 tentang
perkoperasian, undang-undang ini merupakan landasan yang kokoh bagi koperasi
Indonesia di masa yang akan datang.
e.
Masuk tahun 2000an hingga sekarang perkembangan koperasi di Indonesia cenderung
jalan di tempat.
Hambatan-hambatan
Koperasi
Salah
satu kendala utama yang dihadapi koperasi adalah banyak partai politik yang
memanfaatkan koperasi untuk meluaskan pengaruhnya. Dan juga karena
hambatan-hambatan yang di alami Indonesia di antaranya kesadaran masyarakat
terhadap koperasi yang masih sangat rendah. Koperasi di Indonesia masih sangat
lemah. Tidak ada perkembangan yang cukup tinggi. Boleh dikatakan koperasi di
Indonesia berjalan di tempat.Beberapa faktor yang menyebabkan koperasi tidak
bisa berjalan adalah dari segi permodalan. Faktor lain yang perlu kita
perhatikan dalam mendukung perkembangan koperasi adalah manajemen koperasi itu
sendiri. Banyak hambatan yang dihadapi koperasi dari segi manajemennya sendiri.
Kondisi perkoperasian di
Indonesia saat ini
Memasuki 2011, Dunia Koperasi Masih
“Bermasalah”
03
Jan 2011 Harian Ekonomi Neraca HeadlineMemasuki 2011, Dunia Koperasi Masih
“Bermasalah”Oleh Rindy RosandyaWartawan Harian Ekonomi NERACAFilosofi koperasi
adalah sokoguru ekonomi bangsa ternyata masih jauh api dari panggang. Buktinya,
sepanjang 2010 gerakan koperasi di Indonesia terjerat persoalan kompleks yang
membuatnya sulit berkembang. Sepanjang 2010 itu pula gerakan koperasi belum
mampu berkontribusi besar dalam sektor perekonomian karena terjerat kompleksnya
persoalan mulai dari kelembagaan hingga aturan perundangan.Ketua Majelis Pakar
Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Teguh Boediyana berpendapat, gerakan
koperasi masih menghadapi masalah kelembagaan yang belum kuat hingga aturan
serta kebijakan yang belum mendukung. Selain itu, sektor riil di tanah air juga
belum sepenuhnya digarap melalui wadah koperasi.Oleh karena kompleksnya masalah
yang dihadapi koperasi tersebut, maka pada 2011 ia memperkirakan koperasi belum
mampu memberikan
kontribusibesar
terhadap perekonomian Indonesia. “Tapi, kita harus mulai mengerahkan kemampuan
untuk mengurangi titik-titik lemah koperasi pada 2010,” kata dia.Menurut Teguh,
Indonesia belum memiliki sumber daya yang cukup besar untuk menggerakkan
koperasi dan hal itu juga diakui pemerintah melalui penerapan program Gerakan
Masyarakat Sadar Koperasi (Gemaskop).Dia menambahkan, proyeksi koperasi 2011
juga belum dan sulit untuk dapat digambarkan. “Jika tidak ada kebijakan dan
langkah yang berdampak terhadap pengembangan koperasi di masa depan, mungkin
kondisinya akan tetap sama terpu-ruknya,” katanya.Seharusnya, lanjut Teguh,
dilakukan pengkajian tentang sebab-sebab keterpurukan koperasi sebagai bahan
penyusunan kebijakan pengembangan koperasi ke depan. Ia mencontohkan, sudah
saatnya mengambil langkah untuk mencegah penyimpangan koperasi simpan pinjam,
revitalisasi koperasifungsional, dan memperbaiki kinerja koperasi yang bergerak
di sektor riil termasuk
meningkatkan
kegiatan ekspor.Hal senada dikatakan Ketua Lembaga Studi Pengembangan
Perkoperasian Indonesia (LSP2I) Djabaruddin Djohan. Dia mengatakan, sepanjang
2010 kondisi koperasi dari segi kuantitas berkembang pesat tetapi dari segi
kualitas memprihatinkan. “Ketergantungan pada pihak luar terutama kepada
pemerintah masih cukup besar,” kata Djabaruddin, yang juga pengamat
koperasi.Menurut Djabaruddin, pada umumnya, pemahaman organisasi koperasi
mengenai jati diri koperasi masih sangat terbatas, di mana koperasi masih lebih
banyak dipahami sebagai lembaga ekonomi yang keberhasilannya diukur dari aspek
ekonomi semata seperti volume usaha dan sisa hasil usaha (SHU).Selain itu
dimensi sosial seperti kebersamaan, peduli lingkungan, dan demokrasi yang
seharusnya menjadi faktor keunggulan ternyata masih banyak diabaikan. Sampai
sejauh inimayoritas koperasi yang berkembang adalah Koperasi Simpan Pinjam dan
Unit Simpan Pinjam sementara sektor riil sulit
berkembang.
Meskipun demikian sebagian besar KSP maupun USP tersebut banyak melakukan
penyimpangan dari jati diri koperasi maupun peraturan perundangan yang berlaku
tanpa ada upaya untuk meluruskan otoritas koperasi. “Sebagai gerakan koperasi,
organisasi gerakannya juga belum menunjukkan peranan yang seharusnya di mana
kegiatannya masih sepenuhnya tergantung pada APBN tanpa kontribusi anggota,”
kata Djabaruddin.Sementara dari segi pembinaan oleh pemerintah, pengaruh
positif belum banyak dirasakan dengan kegiatan yang masih berorientasi proyek,
pembinaan dicampur dengan UKM, para pejabat kurang paham masalah koperasi,
hingga pembinaan di daerah yang sangat tergantung pada kepala daerah yang tidak
jarang tidak paham soal koperasi. “Beberapa kementerian menyelenggarakanproyek
pengembangan kelompok usaha bersama yang dikelola secara koperatif tanpa
koordinasi dengan Kementerian Koperasi,” papar Djabaruddin.Djabaruddin
berpendapat jika kondisi koperasi tetap
seperti
itu maka akan sulit berkembang menjadi lembaga yang sehat dan kuat, berperanan
secara mikro maupun secara makro. “Ke depan prospek koperasi akan lebih baik
jika pembinaan organisasi koperasi lebih diarahkan pada kelembagaannya sehingga
mampu beroperasi di pasar bebas,” katanya.Djabaruddin juga menyarankan agar
organisasi gerakan koperasi mampu melaksanakan fungsi utamanya secara swadaya
dengan dukungan penuh para anggotanya. Selain itu, peran pemerintah harus lebih
diarahkan pada fungsi pengaturan dan fasilitas secara selektif dipadukan dengan
adanya koordinasi antan-organisasi gerakan koperasi dan pemerintah dalam
kebijakan dan pembinaan koperasi.
BAB III PENUTUP
Sistem ekonomi liberal mulai
dilaksanakan di Hindia Belanda (nama Indonesia ketika masih dijajah Belanda)
setelah pemerintah kolonial Belanda menghentikan pelaksanaan “Cultuur Stelseel”
(sistem tanam paksa). Dalam keadaan hidup demikian, pihak kolonial
terus-menerus mengintimidasi penduduk pribumi sehingga kondisi sebagian besar
rakyat sangat memprihatinkan. Penindasan yang terus menerus terhadap
rakyat Indonesia berlangsung cukup lama menjadikan kondisi umum rakyat parah.
Namun demikian masih beruntung semangat bergotong royong masih tetap tumbuh dan
bahkan berkembang makin pesat. Di samping itu kesadaran beragama
juga semakin tinggi. Di sinilah perkembangan ekonomi di Indonesia mulai muncul
dan bangkit dari keterpurukan. Tapi setelah datang penjajah Jepang masyarakat
mulai resah. Masyarakat semangat mengikuti koperasi dengan nama “ KUMIAI “. Awalnya
koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat
jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat. Jelaslah bahwa
Kumiai sangat merugikan perekonomian rakyat, sehingga kepercayaan rakyat
terhadap koperasi hilang. Hal ini merupakan kerugian moral untuk pertumbuhan
koperasi selanjutnya.
NAMA : PUTRI
AYUNIAH
KELAS : 2EA14
NPM :
15211637
Tidak ada komentar:
Posting Komentar